Sekretaris DPD IWOI Kabupaten Melawi
OPINI :Proyek Pemerintah Harus Kurangi Penggunaan Baahan Utama Dari Kayu.
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
BAB. I:bagian kesatu pasal( 1 ) dan seterusnya.
Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal ( 2 ) dan seterusnya.
Disini kami tidak perlu banyak membahas tentang lingkungan dan Kehutanan karena kami fokus kepada subtansi tentang pengadaan barang jasa pemerintah yang bahan baku utamanya adalah kayu. Sementara untuk mendapatkan bahan kayu sangatlah rumit dan kos biayanya juga mahal dan susah di dapat.
Sementara LKPP sendiri mensyaratkan Produk Bersertifikat SVLK Dalam Proses Pengadaan barang Jasa Pemerintah Guna mendukung pelaksanaan tujuan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, LKPP menerbitkan Surat Edaran Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Penetapan Produk Hijau/ Industri Hijau untuk Dapat Digunakan Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang Berkelanjutan . Salah satu kriteria produk atau industri hijau adalah Sertifikat Legalitas Kayu (SVLK) bagi produk berbahan baku kayu.
SVLK merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sumber daya hutan terutama kayu membutuhkan tata kelola hutan berkelanjutan dengan penegakan hukum yang benar dan SVLK menjadi salah satu instrumen yang digunakan. SVLK secara langsung maupun tidak memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menekan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Peraturan Nomor P.5/ MENLHK / SETJEN /KUM.1 / 2/ 2019 tentang “Tatacara Penerapan Label Ramah Lingkungan Hidup untuk Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup”. Ada 6 jenis barang yang dalam pengadaannya harus merujuk syarat ramah lingkungan. Enam barang ini merupakan “kloter pertama”dari pengadaan barang-barang lainnya.
Yang pertama adalah furniture kantor. Furniture yang terbuat dari kayu terstandardisasi sesuai dengan sertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu. Lalu pengadaan kertas. Kertas-kertas HVS atau fotokopian harus sudah mengantongi ekolabel kertas. Kemudian untuk pengadaan folder dari plastik, diwajibkan dari bahan daur ulang. Selanjutnya untuk barang-barang seperti alat pengolah limbah medis autoclave dan microwave, serta pengatur suhu udara, memiliki beban energi yang lebih kecil.
Diterbitkannya aturan dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah ini tentunya dapat menjadi salah satu capaian dalam Sustainable Development Goals (SDGs 2015-2020) yaitu “Menuju Pola Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan.
Kesimpulan Akhir kami berpendapat jika kebijakan mulai dari perencanaan, penganggaran, sampai tahap penyelesaian akhir lelang jika salah satu peserta bahkan pemenang lelang yang tidak mampu menunjukkan keabsahan dari material tersebut maka ada indikasi pelanggaran hukum dan itu seharusnya dihentikan perlu pengkajian lebih dalam.
penulis :Jumain
OPINI :Proyek Pemerintah Harus Kurangi Penggunaan Baahan Utama Dari Kayu.
Miris Pengusaha Kayu di Buru Tapi Proyek Pemerintah Masih Banyak Gunakan Kayu
Penggunaan Kayu Semakin Ketat Tegas Ke Masyarakat Namun Tumpul Ke Pejabat.
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
BAB. I:bagian kesatu pasal( 1 ) dan seterusnya.
Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal ( 2 ) dan seterusnya.
Disini kami tidak perlu banyak membahas tentang lingkungan dan Kehutanan karena kami fokus kepada subtansi tentang pengadaan barang jasa pemerintah yang bahan baku utamanya adalah kayu. Sementara untuk mendapatkan bahan kayu sangatlah rumit dan kos biayanya juga mahal dan susah di dapat.
Sementara LKPP sendiri mensyaratkan Produk Bersertifikat SVLK Dalam Proses Pengadaan barang Jasa Pemerintah Guna mendukung pelaksanaan tujuan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, LKPP menerbitkan Surat Edaran Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Penetapan Produk Hijau/ Industri Hijau untuk Dapat Digunakan Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang Berkelanjutan . Salah satu kriteria produk atau industri hijau adalah Sertifikat Legalitas Kayu (SVLK) bagi produk berbahan baku kayu.
SVLK merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sumber daya hutan terutama kayu membutuhkan tata kelola hutan berkelanjutan dengan penegakan hukum yang benar dan SVLK menjadi salah satu instrumen yang digunakan. SVLK secara langsung maupun tidak memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menekan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Peraturan Nomor P.5/ MENLHK / SETJEN /KUM.1 / 2/ 2019 tentang “Tatacara Penerapan Label Ramah Lingkungan Hidup untuk Pengadaan Barang dan Jasa Ramah Lingkungan Hidup”. Ada 6 jenis barang yang dalam pengadaannya harus merujuk syarat ramah lingkungan. Enam barang ini merupakan “kloter pertama”dari pengadaan barang-barang lainnya.
Yang pertama adalah furniture kantor. Furniture yang terbuat dari kayu terstandardisasi sesuai dengan sertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu. Lalu pengadaan kertas. Kertas-kertas HVS atau fotokopian harus sudah mengantongi ekolabel kertas. Kemudian untuk pengadaan folder dari plastik, diwajibkan dari bahan daur ulang. Selanjutnya untuk barang-barang seperti alat pengolah limbah medis autoclave dan microwave, serta pengatur suhu udara, memiliki beban energi yang lebih kecil.
Diterbitkannya aturan dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah ini tentunya dapat menjadi salah satu capaian dalam Sustainable Development Goals (SDGs 2015-2020) yaitu “Menuju Pola Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan.
Kesimpulan Akhir kami berpendapat jika kebijakan mulai dari perencanaan, penganggaran, sampai tahap penyelesaian akhir lelang jika salah satu peserta bahkan pemenang lelang yang tidak mampu menunjukkan keabsahan dari material tersebut maka ada indikasi pelanggaran hukum dan itu seharusnya dihentikan perlu pengkajian lebih dalam.
penulis :Jumain
0 Komentar