Ketua DPD IWO Indonesia Kabupaten Melawi PHK Terhadap Karyawan Harus Di Kaji Lebih Dalam.
MELDANEWSONLINE.ID
Salah satu karyawan PT Sawit Citra Mahkota (CM) yang ada di Kecamatan Ella Hilir Kabupaten Melawi mendatangi serta mengadukan nasibnya kepada Kasi Ketenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Melawi, karena merasa telah dilakukan Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan tempatnya mencari nafkah.
"Mandel Mandela, S.Sos menyampaikan secara pribadi dan sangat berharap agar jangan sampai terjadi PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan. Kalaupun sampai harus terjadi tindakan PHK, sebaiknya dilakukan melalui prosedur yang benar sesuai aturan yang ada dan saya berharaplah agar diambil jalan musyawarah mufakat terlebih dulu diantara karyawan dan perusahaan,''ucap Kasi Ketenaga Kerja Disnaker Kab Melawi diruangan kerjanya, Rabu 04/01/2024
Musa Cinaselaku Ketua DPD IWO Indonesia Kabupaten Melawi mengatakan kepada media ini sangat menyangkan sikap perusahaan yang mengambil sikap tergesa gesa atas atas tindakan dari salah satu karyawan tersebut diatas.
Perlu diketahui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan pekerjanya disebut dengan PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak? Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya dan keluarganya.
Kembali Musa Cina mengatakan:
DALAM HAL APA, PERUSAHAAN DILARANG MELAKUKAN PHK? DAN BAGAIMANA BILA PHK TETAP TERJADI?
Sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat (1) UU Cipta Kerja No. 11/2020 menyebut: Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
Pekerja menikah.
Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan.
Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan.
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Lebih lanjut ayat (2) dari pasal ini menyebut PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut di atas, atau dengan kata lain PHK tetap terjadi, maka PHK batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/ buruh yang bersangkutan.
BAGAIMANA PROSES ATAU TATA CARA PHK?
Peraturan perundang-undangan menyebut para pihak yakni Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK. Namun demikian dalam hal PHK tidak dapat dihindari, maka PHK dapat dilakukan dengan ketentuan (pasal 37 PP 35/2021):
Maksud dan alasan PHK harus diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Pemberitahuan PHK dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh paling lama 14 hari kerja sebelum PHK.
Dalam hal PHK dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 hari kerja sebelum PHK.
Menanggapi PHK yang dijatuhkan tersebut, pekerja dapat menerima maupun menolak, dengan ketentuan (pasal 38 dan 39 PP 35/2021):
Bila Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan, menerima PHK, maka Pengusaha harus melaporkan PHK kepada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.
Bila Pekerja/Buruh menolak maka harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan PHK. Dan kemudian harus melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini perselisihan PHK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERSELISIHAN PHK?
Perselisihan PHK adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pendapat yang berbeda ini bisa saja terkait penerapan hukum dalam alasan PHK, perbedaan perhitungan kompensasi PHK, dan hak/kewajiban pekerja dan pengusaha yang merupakan dampak dari pengakhiran hubungan kerja.
Bila terjadi perselisihan PHK maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Dalam hal perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni UU PPHI No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tutup Muss(***)
DPD IWO Indonesia Kabupaten Melawi.
0 Komentar