Meldanewsonline.id - Pontianak, Perkebunan Kelapa sawit saat ini salah satu sumber devisa negara, dengan kontribusi yang sangat besar terhadap APBN.
Peningkatan pendapatan negara tidak sejalan dengan peningkatan ekonomi masyarakat dimana operasi perusahaan berada.
Antiklimaks ekspektasi atas akan manfaat kehadiran investor terjadi karena berbagai faktor. Salah satu faktor yaitu; pertama, kepatuhan perusahaan terhadap regulasi,; kedua, karena keterbatasan SDM masyarakat lokal bernegosiasi dengan pihak perusahaan, dan ketiga, kurangnya pengawasan dan atau adanya pembiaran oleh oknum pejabat terkait.
Kurangnya pengawasan dan atau adanya pembiaran oleh oknum pejabat terkait, misal; dalam izin Penerbitan. Misalnya, menerbitkan izin PT. Mitra Karya Sentosa, dalam temuan hasil investigasi Aliansi Wartawan Indonesia, kota pontianak, bahwa ada dugaan penyebaran IUP nya lebih awal dari penerbitan Izin lokasi, kemudian, publikasi IUP PT. Mitra Karya Sentosa tahun 2005, namun persetujuan dan dokumen AMDAL tahun 2011.
Kembali, diterbitkan Sertifikat HGU PT. Mitra Karya Sentosa, hasil Monitoring Tim Aliansi Wartawan Indonesia AWI Kota pontianak, terbit tahun 2013, luasnya lebih kurang 12.500 an hektar, dengn nomor SHGU : 94/HGU/BPN/ 2013.
Berdasarkan konfirmasi dengan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, nomor : 04/DPC-AWI/PNK/IX/2023 Tanggal 10 November 2023
Bahwa syarat-syarat yang dipublikasikan IUP - B, diantaranya harus ada izin lokasi, dan harus ada AMDAL.
Kemudian, BPN provinsi Kalimantan Barat, saat dikonfirmasi melalui surat nomor : 01/DPC-AWI/PNK/XI/2023 Tanggal 10 November 2023, sebanyak 2 kali tidak direspon oleh BPN provinsi Kalimantan Barat. Dalam konfirmasi, pertama, mengapa PT. Mitra Karya Sentosa, setelah SHGU terbit tahun 2013, dan sampai saat masih melakukan izin lahan. Kedua, mengapa lahan/masayarakat lokal berada di dalam SHGU, padahal mereka tidak memerdekakan lahan, dan pada saat program PTSL, masyarakat tidak dapat memanfaatkan program tersebut karena lahan mereka sudah dilekatkan Sertifikat HGU perusahaan.
Kemudian, ada pertanyaan besar atas terbitnya SHGU perusahaan yang sangat menggelitik, pertama, mengapa lahan masyarakat yang belum di ganti rugi bisa terbit sertifikat HGU, kedua, mengapa BPN tidak menilai hasil penggunaan Sertifikat HGU yang setiap tahun dilaporkan perusahaan dan laporan tersebut seharusnya sampai ke Menteri BPN/ATR, dan selama ini, perusahaan tidak menyampaikan laporan penggunaan lahan yang sudah berstatus sertifikat HGU kepada pemerintah.
Kepada pemerintah Pusat, terutama GAKUM, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi, agar bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan carut marut mengirimkan Izin yang tidak prosedural, dan jika ditegakkan bukan tidak mungkin merugikan negara dari PNBP dapat dikan, Kata Budi Gautama, Ketua AWI, kota pontianak .
Naskah Analisa Yuridis TINDAK.
Yayat Darmawi,SE,SH,MH koordinator lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi dalam Analisa Yuridisnya mengatakan bahwa ada Mekanisme yang mengatur tentang Tatacara Terbitnya SHGU yangmana tahapan tahapannya adalah wajib melengkapi izin izin prinsip terlebih dahulu, kata yayat.
Tingginya Tingkat Permasalahan yang terjadi antara Masyarakat dengan Perusahaan Perkebunan Sawit dalam bentuk penyelamatan selalu dipicu oleh Terbitnya SHGU yang menggunakan sistem loncat pagar alias menggunakan jalur Tol tanpa mengikuti prosesi yang Normatif, maka oleh itu karena perlunya singkronisasi penegakan supremasi hukum yang Simultan dalam rangka Pemberantasan Mafia yang menerbitkan Legalitas Surat Tanah menggunakan pola bimsalabim alias urusan hanya diatas meja yang berakibat menimbulkan efek masalah, sebut saja yayat lagi.
Publikasi : RH/Mita
0 Komentar