OPINI, MELAWI oh... LEGISLATIF BERTANYA,EKSEKUTIF MENJAWAB,PUBLIK BINGUNG.

Ilustrasi 


Meldanewsonline.id 

Melawi, Kalbar. Kamis, 8 juni 2023.

Rentetan dari hasil lapora hasil penilaian BPK Perwakilan Kalimantan Barat tentang opini WTP yang diberikan oleh BPK kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Melawi atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2022 


Pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2022 dipertanyakan, hal itu lantaran ditemukan adanya defisit sekitar Rp 81 miliar pada APBD Kabupaten Melawi Ketua Umum Kaum Muda Kapuas Raya (Kamus-Raya), Shirat Nur Wandi di beberapa media pada beberapa waktu yang lalu. 


Pernyataan tersebut langsung dijawab oleh TPAD Kabupaten melawi melalui konferensi Pers yang dipimpin oleh Drs Paulus Selaku Sekretaris Daerah. 


Ternyata keterangan dari TAPD belum bisa juga memberikan penjelasan yang lebih rinci dan riil sehingga berbagai isyu bermunculan di berbagai media sosial yang memaksa anggota DPRD turut serta mengambil langkah untuk mengadakan rapat dengar pendapat bersama tim TAPD yang di laksanakan di gedung paripurna Kantor DPRD Kabupaten Melawi rabu 7 juni 2023.


Rapat kerja tersebut di pimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Melawi, Hendegi Januardi Usfa Yursa yang dihadiri oleh tim TAPD serta Sekda Kabupaten Melawi, Drs. Paulus yang sekaligus sebagai ketua TAPD dan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Melawi.


Dalam rapat tersebut, Supardi anggota legislatif asal partai Nasdem mempertanyakan defisit dan dasar hukum pembayaran hutang APBD tahun anggaran 2022 yang dibayarkan di tahun 2023. Menurutnya defisit APBD tahun 2022 yang telah disepakati bersama sebesar Rp26 milyar, namun dalam perjalanannya muncul hutang sebesar Rp 97 milyar.


Kan ada silpa di tahun 2021 sebesar Rp 20 milyar dan kasda sebesar Rp 11 milyar dan realisasi PAD APBD tahun 2022 sebesar Rp 49 milyar. Tiba-tiba muncul hutang sebesar Rp 97 milyar. Jadi kemana dana Silpa, kasda dan realisasi PAD APBD tahun 2022 dan digunakan untuk apa?,” tanya Supardi.


Selain itu, Supardi juga mempertanyakan payung hukum tentang pembayaran hutang APBD tahun anggaran 2022 yang dibayarkan pada APBD tahun anggaran 2023 dan belanja apa saja yang menyebabkan terjadinya hutang hingga Rp 97 milyar.


Terkait hutang yang sudah dibayarkan ini juga menjadi pertanyaan kami apakah pengakuan hutang itu sudah disampaikan kepada DPRD?, dan apakah sudah ada didalam batang tubuh APBD 2023. Karena hutang inikan dibayarkan di tahun 2023, serta apa dasar hukumnya melakukan pembayaran hutang tersebut” timpalnya.


Pada kesempatan yang sama legislator partai PKB, Heri Iskandar juga menyampaikan mengenai target PAD di tahun 2022 yang semula disepakati sebesar Rp 28 milyar.


Pada saat itu disepakati 28 milyar untuk target PAD 2022, rapat siang untuk pandangan akhir naik menjadi Rp 70 milyar, saya tidak setuju dan saya minta skor sidangnya. Saya sudah wanti wanti soal itu, dana malah sekarang disampaikan target PAD 2022 menjadi Rp 89 milyar,” ungkap Heri.


Heri juga meminta kepada eksekutif agar dalam realisasi APBD 2023 ini nanti ada bersikap transparan dan diketahui oleh DPRD sesuai mekanismenya.


Menanggapai berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh anggota DPRD, Ketua TPAD Drs. Paulus mengatakan bahwa, akan menyampaikan sesuai dengan konferensi pers yang dilakukan pada Senin, (5/6).


Paulus juga mengatakan bahwa untuk pembayaran hutang APBD 2022 sebesar Rp97 milyar sudah dimasukkan dalam batang tubuh APBD 2023 yang telah disahkan pada November tahun 2022.


Pemerintah Daerah telah melakukan penyesuaian perubahan untuk memasukkan hutang ini. Perubahan penyesuaian itu sudah di kirim ke Sekretariat DPRD sebagai pengakuan hutang sebesar Rp 97 milyar setelah mendapat review dari inspektorat. Mekanismenya seperti itu, jadi hutang ini sudah ada dalam batang tubuh APBD 2023, maka sudah bisa dibayarkan hutang APBD 2022,” jelasnya.


Paulus juga mengatakan bahwa, sudah melakukan penyempurnaan APBD sebanyak satu kali dan penyempurnaan itu tidak melalui persetujuan DPRD namun hasilnya sudah disampaikan ke DPRD.


Penulis beranggapan segala pernyataan yang disampaikan diatas membuat publik jadi bingung dan gagal faham. Bagi kami kaum awam sulit untuk mencernanya dan sulit untuk di mengerti. 


Menurut Penulis sendiri polemik yang ada sekarang rentetan dari opini WTP dan tanggapan masalah defisit maupun hutang kepada pihak ketiga itu adalah rentetan ke egoan sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda beda.


sudah jelas permedagri nomor 77 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah BAB I ayat 1 ayat 2 hurup a. Rancangan Perda tentag APBD, Rancangan Perda tentang Perubahan APBD, dan Rancangan Perda tentang pertanggung jawaban  pelaksana APBD. 


b. Mengajukan rancangan Perda tentang  APBD, rancangan perubahan tentang APBD,dan rancangan perda tentang pertanggung jawaban pelaksana APBD kepada DPRD untuk di bahas bersama. 


c. Menetapkan Perda tentang APBD, rancangan perubahan tentang APBD,dan rancangan perda tentang pertanggung jawaban pelaksana APBD yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD. 


Nah... disini penulis bertanya tanya sembari dalam hati jika jika apa yang diinginkan oleh ketua tim TAPD bahwa jika mekanisme pembayaran hutang kepada pihak ketiga sebesar 97 milyar sesuai permendagri nomor 77 tahun 2020 kenapa ada fraksi di DPRD mempertanyakan hal tersebut sedangkan pengakuan hutang sudah di setujui bersama. 


Bersambung ke edisi berikutnya... 


Penulis dan penanggung jawab:

Redaksi Meldanewsonline.id


Posting Komentar

0 Komentar