"Itu masih dikaji, tetapi arahnya seperti itu (KTP digunakan untuk meregistrasi media sosial)," kata Henri usai talkshow bertajuk 'Keamanan Data Tanggungjawab Siapa?' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).
Henri mengatakan, jika semua akun media sosial memiliki identitas resmi berdasarkan data administrasi kependudukan, maka penyebaran hoaks bisa menurun. Semua pengguna media sosial juga nantinya harus bertanggung jawab atas kritikan yang disampaikan melalui akunnya.
"Semua harus bertanggung jawab. Begini, kita bebas berkomunikasi, berpendapat, mengkritik, tapi bawa identitas yang jelas dong," ucap dia.
"Jangan sampai media sosial jadi surat kaleng tapi digital, jangan sampai media sosial menjadi selebaran gelap tapi digital," sambungnya.
Kendati sudah mulai mengkaji rencana penggunaan KTP untuk akun media sosial, Henri belum bisa memastikan kebijakan ini bisa diterapkan. Menurutnya, butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan seluruh perangkat kebijakan dengan penyedia aplikasi media sosial.
"Kalau Anda tanya kapan? saya belum tau. Karena memang agak lama, harus bekerja sama dengan penyedia aplikasi. Mereka juga harus sesuai dengan peraturan kita," jelasnya.
Sebelumnya, PDI Perjuangan mengusulkan agar Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP digunakan untuk meregistrasi akun media sosial. Penggunaan NIK ini dinilai bisa meminimalisir ujaran kebencian dan penyebaran hoax di media sosial.
Wasekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menuturkan, jika semua media sosial teregistrasi menggunakan NIK KTP, maka pemilik akun tersebut bakal mempertimbangkan secara matang sebelum menyebarkan informasi bohong. Penggunaan NIK juga bisa menguji keberanian pemilik akun media sosial yang selama ini kerap menyebar ujaran kebencian. (merdeka.com).*
Henri mengatakan, jika semua akun media sosial memiliki identitas resmi berdasarkan data administrasi kependudukan, maka penyebaran hoaks bisa menurun. Semua pengguna media sosial juga nantinya harus bertanggung jawab atas kritikan yang disampaikan melalui akunnya.
"Semua harus bertanggung jawab. Begini, kita bebas berkomunikasi, berpendapat, mengkritik, tapi bawa identitas yang jelas dong," ucap dia.
"Jangan sampai media sosial jadi surat kaleng tapi digital, jangan sampai media sosial menjadi selebaran gelap tapi digital," sambungnya.
Kendati sudah mulai mengkaji rencana penggunaan KTP untuk akun media sosial, Henri belum bisa memastikan kebijakan ini bisa diterapkan. Menurutnya, butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan seluruh perangkat kebijakan dengan penyedia aplikasi media sosial.
"Kalau Anda tanya kapan? saya belum tau. Karena memang agak lama, harus bekerja sama dengan penyedia aplikasi. Mereka juga harus sesuai dengan peraturan kita," jelasnya.
Sebelumnya, PDI Perjuangan mengusulkan agar Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP digunakan untuk meregistrasi akun media sosial. Penggunaan NIK ini dinilai bisa meminimalisir ujaran kebencian dan penyebaran hoax di media sosial.
Wasekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga menuturkan, jika semua media sosial teregistrasi menggunakan NIK KTP, maka pemilik akun tersebut bakal mempertimbangkan secara matang sebelum menyebarkan informasi bohong. Penggunaan NIK juga bisa menguji keberanian pemilik akun media sosial yang selama ini kerap menyebar ujaran kebencian. (merdeka.com).*
0 Komentar