SURABAYA - MeldaNews, Sebagian besar pelaku kejahatan seksual adalah orang-orang dekat korban. Inilah yang dialami sedikitnya 65 siswa di sebuah SD swasta kawasan Surabaya Utara. Pelakunya tak lain adalah guru mereka sendiri, M. Saebatul Hamdi.
Perbuatan bejat itu kini harus dipertanggungjawabkan setelah seorang wali murid, SSB, melaporkan tindakannya ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim pada Selasa sore (20/2). Berdasar hasil penyelidikan sebelumnya diketahui, jumlah korban 15 Siswanto.Namun,daripengembangan penyidikan kasus, setidaknya ada 65 siswa yang dicabuli. Jumlah itu mungkin masih bisa bertambah.
Melihat profilnya, orang mungkin tidak akan menyangka.
Pria yang akrab disapa Ustad Hamdi itu ternyata bisa melakukan perbuatan cabul kepada murid yang mestinya dididik dan dilindunginya. Saat menunggu rilis di ruang penyidik Unit I Subdit IV Ditreskrimum Polda Jatim kemarin siang (22/2), dia duduk dengan tenang sambil membaca kitab suci.
Sejak pagi, dia enggan makan. Kepada penyelidik, dia mengaku sedang berpuasa. Saat ditampilkan ke publik, dia lebih banyak diam. Berbagai pertanyaan yang ditujukan kepadanya tidak ditanggapi Kondisi itu membuat Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin geram. �Katakan yang jujur, Anda ini pendidik,� hardik Machfud.
Perbuatan Hamdi memang membuat geram. Wali kelas V itu mulai melakukan aksi busuknya pada 2013. Dia gemar memainkan kemaluan siswanya. �Awal bekerja tahun 2012, saat itu dia tidak punya kesempatan karena masih guru baru,� jelas Machfud.
Setahun kemudian, Hamdi mulai beringas. Dia menjadi pedofil. Melakukan pelecehan seksual terhadap siswanya yang semuanya laki-laki. Saat itu dia menjadi wali kelas II. Berdasar pengakuannya, libidonya naik ketika melihat anak-anak. Tidak semua anak disukainya. Ada golongan dengan bentuk wajah tertentu.
Parahnya, dia tidak segan melakukan tindakan bejat itu di depan muridnya yang lain. Hampir setiap hari ada saja yang menjadi sasarannya berbuat mesum. Mulai meremas pantat dan kemaluan hingga menyuruh siswa memegang kemaluannya.
Tidak ada paksaan atau bentakan. Dia hanya menggunakan otoritasnya sebagai guru. Modusnya, antara lain, ketika siswa bisa mengerjakan tugas di papan, dia lalu meminta si murid mendatanginya. Lalu, dia memangkunya. Pada saat itulah dia memasukkan tangan ke celana si murid. �Anak-anak ini dalam penguasaan dia, jadi nurut saja,� beber Machfud.
Selesai melakukan aksi tak patutnya itu, Hamdi selalu memasang wajah memelas kepada para korban. Dia meminta mereka untuk tidak melapor ke orang tua. �Jangan bilang ayah dan ibu ya, nanti ustad malu,� cerita Machfud, menirukan ucapan pria 29 tahun yang diringkus di rumahnya pada Rabu sore (21/2) tersebut.
Tidak hanya di kelas, dia juga melakukan perbuatan cabul di kolam renang, kamar mandi, bahkan bus saat perjalanan study tour.
Jam-jam tidur siang juga menjadi waktu favoritnya untuk beraksi. Karena full day school, pihak sekolah memang menyediakan waktu untuk tidur siang. Saat itulah tersangka memeluk korban dan menggesekgesekkan kemaluannya. Hamdi juga berupaya melakukan sodomi. Hanya, anak-anak menolak.
Ulah Hamdi tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu tumbuh kembang para siswa.
Mereka tidak hanya mengalami kekerasan seksual secara langsung (verbal), tapi juga tak langsung (nonverbal) karena melihat guru melakukan aksi mesum. �Karena melihat peristiwa tersebut, mereka juga termasuk korban,� tambah Dirreskrimum Polda Jatim Kombespol Agung Yudha Wibowo.
Tak pelak, jumlah korbannya pun mencengangkan. Yang dikumpulkan polisi saat ini sudah mencapai 65 anak. Sebanyak 34 anak mengaku mengalami langsung (verbal). Sisanya nonverbal. Semuanya laki-laki. Usianya berkisar 8�11 tahun.
Karena perbuatannya, lulusan fakultas bahasa Arab sebuah sekolah tinggi di Semampir itu terancam hukuman berat. Maksimal 15 tahun. Namun, Agung menyebutkan, penyidik akan menambah 1/3 hukuman maksimalnya. �Dia ini pendidik, jadi harus diperberat hukumannya,� tegasnya.
Bagaimana keseharian pelaku di sekolah ? Dari penelusuran di tempat lelaki tersebut mengajar. Namun, semua guru dan warga sekolah lainnya sepakat diam. �Sesuai petunjuk polisi, kami tidak bisa berkomen- tar. Jadi, silakan keluar,�� ujar Fikrin, seseorang yang mengaku sebagai pengurus yayasan di lembaga pendidikan tersebut. Lelaki itu meminta kami untuk pergi dari sekolah.
SSB, pelapor yang anaknya menjadi korban guru cabul, tidak ada di rumah saat didatangi kemarin. Melalui telepon, dia menolak menceritakan kejadian itu. �Mohon maaf saya tak ingin banyak berbicara. Biar ditangani petugas saja,� kata SSB.
SSB tidak ingin anaknya terganggu perkembangannya. Bersama istri, SSB menyebut memberikan pendampingan khusus untuk menjaga kondisi psikologis buah hatinya agar tetap stabil.(har)
0 Komentar