Demikian dikemukakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam acara Indonesianisme Summit di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (10/12/2016) dikutip Viva.
Menurutnya, posisi yang perlu diwaspadai adalah keberadaan Masela di Maluku Tenggara. Posisi Masela diketahui tidak jauh dari Timor Leste dan mengarah ke Darwin, Australia.
"Dekat Darwin ada 1.500 marinir Amerika di sana. Akan ditingkatkan menjadi 2.500, tentunya kita bertanya, kenapa ke situ, emangnya pesiar," kata Gatot.
Menurutnya, posisi yang perlu diwaspadai adalah keberadaan Masela di Maluku Tenggara. Posisi Masela diketahui tidak jauh dari Timor Leste dan mengarah ke Darwin, Australia.
"Dekat Darwin ada 1.500 marinir Amerika di sana. Akan ditingkatkan menjadi 2.500, tentunya kita bertanya, kenapa ke situ, emangnya pesiar," kata Gatot.
Di sisi lain, lanjutnya, Australia sedang membangun pangkalan pendaratan di sekitar wilayah yang sama.
Gatot mengaku setelah mendapat informasi itu, dirinya langsung mengecek ke lapangan. Gatot bertolak ke Darwin dan mencoba melihat ke dekat lokasi menggunakan boat sewaan.
"Ke sana saya pura-pura kunjungan ke Darwin, satu setengah jam saya menyewa boat pariwisata. Saya melihat dua sudah jadi. Padahal Australia adalah negara kontinental, untuk apa marinir," ujarnya.
Ia mengingatkan lagi mengenai lepasnya Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste.
"Kita tidak tahu bahwa sebenarnya yang diperebutkan di Timor Leste adalah Greater Sunrise, di Laut Timor yang kaya akan energi itulah yang diperebutkan," kata Gatot.
Panglima TNI mengingatkan agar jangan sampai Masela ini lepas seperti kasus Timor Leste. "Blok Masela pun kalau tidak waspada seperti ini," tuturnya.
Ancaman lain adalah konflik Laut China Selatan (LCS). Ia mencontohkan, tiga kapal nelayan China yang ditangkap Armabar TNI AL, semuanya dikawal kapal coast guard negara itu.
"Berarti Tiongkok mengakui itu adalah pantainya, maka nelayan dikawal oleh penjaga pantai," katanya.
Gatot menyayangkan ngototnya China dan Presiden Xin Jinping untuk menolak keputusan arbitrase yang memenangkan gugatan Filipina atas bagian di LCS tersebut.
Panglima TNI juga menyoroti adanya latihan militer bersama negara-negera persemakmuran Inggris beberapa waktu lalu, yakni Australia, Selandia Baru, Malaysia, dan Singapura.
"Kita pernah punya masalah sama mereka semuanya. Kemarin mereka sudah menjadi pakta pertahanan dengan mengadakan latihan bersama, melibatkan tiga ribu personel, 71 pesawat, 11 kapal," ujarnya.
"Jadi, wilayah Indonesia sudah dikepung oleh orang atau negara-negara yang punya kepentingan. Tidak ada sahabat dalam kompetisi global. Diplomasi ya diplomasi, tapi ujungnya kepentingan mereka yang diutamakan," katanya menyimpulkan. (Viva/Antara).*
"Ke sana saya pura-pura kunjungan ke Darwin, satu setengah jam saya menyewa boat pariwisata. Saya melihat dua sudah jadi. Padahal Australia adalah negara kontinental, untuk apa marinir," ujarnya.
Ia mengingatkan lagi mengenai lepasnya Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste.
"Kita tidak tahu bahwa sebenarnya yang diperebutkan di Timor Leste adalah Greater Sunrise, di Laut Timor yang kaya akan energi itulah yang diperebutkan," kata Gatot.
Panglima TNI mengingatkan agar jangan sampai Masela ini lepas seperti kasus Timor Leste. "Blok Masela pun kalau tidak waspada seperti ini," tuturnya.
Ancaman lain adalah konflik Laut China Selatan (LCS). Ia mencontohkan, tiga kapal nelayan China yang ditangkap Armabar TNI AL, semuanya dikawal kapal coast guard negara itu.
"Berarti Tiongkok mengakui itu adalah pantainya, maka nelayan dikawal oleh penjaga pantai," katanya.
Gatot menyayangkan ngototnya China dan Presiden Xin Jinping untuk menolak keputusan arbitrase yang memenangkan gugatan Filipina atas bagian di LCS tersebut.
Panglima TNI juga menyoroti adanya latihan militer bersama negara-negera persemakmuran Inggris beberapa waktu lalu, yakni Australia, Selandia Baru, Malaysia, dan Singapura.
"Kita pernah punya masalah sama mereka semuanya. Kemarin mereka sudah menjadi pakta pertahanan dengan mengadakan latihan bersama, melibatkan tiga ribu personel, 71 pesawat, 11 kapal," ujarnya.
"Jadi, wilayah Indonesia sudah dikepung oleh orang atau negara-negara yang punya kepentingan. Tidak ada sahabat dalam kompetisi global. Diplomasi ya diplomasi, tapi ujungnya kepentingan mereka yang diutamakan," katanya menyimpulkan. (Viva/Antara).*
0 Komentar